Para peneliti di Northwestern University telah mengembangkan model
matematika yang memungkinkan mereka mensimulasikan bagaimana tikus
menggunakan kumis untuk menginderakan objek di sekitar mereka. Model ini
memungkinkan penelitian lebih lanjut untuk dapat memberi wawasan
tentang indera rabaan manusia.
Ratusan makalah, yang menggunakan
sistem kumis tikus sebagai model, diterbitkan setiap tahunnya untuk
memahami perkembangan otak dan pengolahan saraf. Tikus memindahkan kumis
mereka secara berirama dengan berbagai objek untuk mengeksplorasi
lingkungan dengan sentuhan. Dengan hanya menggunakan informasi taktil
dari kumisnya, tikus bisa menentukan semua sifat spasial suatu objek,
termasuk ukuran, orientasi bentuk, dan tekstur.
Namun ada bagian besar yang hilang yang mencegah pemahaman penuh sinyal saraf: tidak ada yang tahu bagaimana kumis mewakili “sentuhan” dalam hal variabel mekanis.
“Kami tidak paham dengan sentuhan sama halnya dengan
indera lainnya,” kata Mitra Hartmann, profesor teknik biomedis, dan
teknik mesin di McCormick School of Engineering and Applied Science.
“Kita tahu bahwa rangsangan visual dan auditori dapat diukur dengan
intensitas dan frekuensi cahaya serta suara, namun kita tidak sepenuhnya
memahami mekanika yang menghasilkan indera sentuhan kita.”
Untuk membuat sebuah model yang mulai mengukur mekanik ini, tim Hartmann pertama mempelajari struktur array
kumis tikus – 30 helai kumis diatur dalam pola yang teratur di tiap
sisi wajah tikus. Dengan menganalisis mereka dalam pindaian
berdimensi-dua dan berdimensi-tiga, mereka mendefinisikan hubungan
antara ukuran dan bentuk kumis masing-masing serta penempatannya pada
muka tikus.
Dengan menggunakan informasi ini, tim peneliti
menciptakan model yang mengkuantifikasi bentuk dan struktur penuh kepala
tikus serta array kumis. Model ini kini memungkinkan tim
peneliti mensimulasikan tikus “mengaduk” objek-objek yang berbeda, dan
untuk memprediksi pola penuh input ke dalam sistem kumis saat tikus menemukan sebuah objek. Simulasi ini kemudian dapat dibandingkan dengan perilaku nyata.
Penelitian ini dipublikasikan secara online dalam jurnal PLoS Computational Biology.
Dengan memahami mekanisme sistem kumis tikus, ini dapat memberi langkah menuju pemahaman indera sentuhan pada manusia.
“Pertanyaan
besar laboratorium kami adalah ketertarikan pada bagaimana hewan,
termasuk manusia, secara aktif menggerakkan sensor mereka melalui
lingkungan dan entah bagaimana mengubah data sensoris menjadi persepsi
yang stabil di dunia,” kata Hartmann.
Untuk menentukan bagaimana
tikus bisa merasakan bentuk objek, tim Hartmann sebelumnya mengembangkan
sebuah lembar cahaya untuk memantau lokasi kumis yang tepat saat
melakukan kontak dengan objek. Dengan menggunakan video berkecepatan
tinggi, tim peneliti juga dapat menganalisa bagaimana tikus menggerakkan
kepalanya untuk mengeksplorasi bentuk yang berbeda. Observasi perilaku
ini kemudian dapat dipasangkan dengan output dari model.
Kemajuan
ini tidak saja akan memberi wawasan tentang indera rabaan, namun juga
bisa mengaktifkan teknologi baru yang memanfaatkan sistem kumis. Sebagai
contoh, laboratorium Hartmann menciptakan array pada kumis robot yang dapat, dalam beberapa hal, meniru kemampuan kumis mamalia. Para peneliti menunjukkan bahwa array tersebut bisa merasakan informasi tentang bentuk objek maupun aliran fluida.
“Kami
menunjukkan bahwa momen lentur, atau torsi, pada basis kumis dapat
digunakan untuk menghasilkan representasi spasial lingkungan tiga
dimensi,” kata Hartmann. “Kami menggunakan prinsip ini untuk membuat array
pada kumis robot yang dapat meniru banyak mekanisme dasar kumis tikus.”
Teknologi ini, katanya, dapat digunakan untuk mengekstrak fitur tiga
dimensi dari hampir semua benda padat.
Hartmann membayangkan bahwa
suatu pemahaman yang lebih baik terhadap sistem kumis ini mungkin
berguna bagi aplikasi rekayasa dalam penggunaan kamera terbatas. Namun
yang paling penting, pemahaman yang lebih baik terhadap sistem kumis
tikus bisa diterjemahkan ke dalam pemahaman yang lebih baik terhadap
diri kita sendiri.
“Meskipun kumis dan tangan sangat berbeda,
namun jalur saraf dasar yang memproses informasi sentuhan memiliki
banyak hal yang serupa pada mamalia,” kata Hartmann. “Pemahaman yang
lebih baik pada proses syaraf dalam sistem kumis ini dapat memberikan
wawasan mengenai bagaimana otak kita sendiri memproses informasi.”
Selain
Hartmann, penulis lain dalam makalah adalah Blythe Towal, Brian Quist
dan Joseph Salomo, semua dari Northwestern, serta Venkatesh Gopal dari
Elmhurst College.
Sumber Artikel:New model of whiskers provides insight into sense of touch(eurekalert.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar